Tanean Lanjhang: Filosofi Hidup Orang Madura yang kian Tergerus Zaman
- Istimewa
Di sanalah pusat spiritual dan keputusan keluarga. Struktur ini tidak hanya bersifat fisik, melainkan juga simbolis: utara sebagai arah kiblat, dan selatan sebagai simbol hubungan sosial ke luar.
Dalam konteks sosial, sistem ini menciptakan jaringan solidaritas yang kuat. Pertanian dikelola bersama, hasil dibagi, dan setiap peristiwa seperti kelahiran, kematian, maupun pernikahan ditangani secara gotong royong.
Nilai ini sejalan dengan ajaran Islam tentang persaudaraan dan musyawarah, yang selama ini menjadi bagian dari identitas Nahdlatul Ulama (NU) di Madura.
Tergerus oleh Zaman
Namun kini, tanean lanjhang makin jarang dijumpai. Urbanisasi, pertumbuhan penduduk, dan pergeseran nilai-nilai individualisme telah membuat pola permukiman ini tergeser. Banyak keluarga muda memilih membangun rumah sendiri di luar kompleks keluarga besar karena alasan pekerjaan atau privasi.
Alih fungsi lahan pertanian menjadi permukiman, serta kebijakan tata ruang yang tidak memperhatikan kearifan lokal, juga menjadi faktor pendorong lunturnya tradisi ini.
“Kita kehilangan ruang belajar sosial yang paling awal,” tulis antropolog Madura, Muhammad Iqbal dalam disertasinya di UGM (2021).