Jamasan Tombak Kiai Upas Tulungagung dengan Sembilan Air

Suasana Jamasan Tombak Kiai Upas Tulungagung.
Sumber :
  • Viva Jatim/Madchan Jazuli

Tulungagung, VIVA Jatim – Salah satu benda pusaka bersejarah sebagai penanda Hari Jadi Kabupaten Tulungagung adalah Tombak Kiai Upas. Tepat 10 Muharam prosesi jamasan dilakukan dengan menggunakan sembilan air.

Pandangan Islam soal Tradisi Menyimpan Benda Pusaka untuk Tujuan Tertentu

Juru Kunci Kanjengan Kiai Upas, Winarto menjelaskan prosesi awal jamasan di lakukan di Pendopo Griya Ndalem Kanjengan. Berhubung belum memiliki lokasi, dipindah ke Dinas Perpustakaan dan Arsip sejak 2016 hingga 2022. Baru tahun kemarin, jamasan kembali ke tempat semula.

Winarto yang dipercaya menjamas sejak 1996 silam ini mengaku, Tombak Kiai Upas dibersihkan dengan ada syarat siraman pusaka, banyu songo, dan masih banyak lain. Tak hanya itu, ia mengaku harus melakukan tirakat, namun enggan menjawab tirakat apa yang dilakukan.

Resmikan Museum Kanjeng Sepuh dan Pasar Rakyat Sidayu, Bupati Gresik: Ini Milik Masyarakat

"Kalau air sembilan itu, air belik, air sumur biasa, air deresan kelapa, air deresan pisang raja, air deresan randu, air tempuran, air lotehan tebu. Harus ada, tapi kita harus mencari, seperti di Candi Dadi naik," terangnya.

Benda pusaka pemberian Kerajaan Mataram Islam ini dibersihkan hanya ujung tombak atau bilah tombak. Tombak yang panjang beberapa meter itu di bagian pegangan atau gagang tidak ikut dicuci.

Rebutan Gunungan Tumpeng, Satu Warga Terinjak-injak Dilarikan ke RS Tulungagung

Lalu, ia mengaku untuk proses penyiapan air sebetulnya satu hari cukup, terserah orang yang mencari. Namun khusus yang biasa melakukan serta dilakukan dengan mimboroso (berdiam dan tidak berbicara sama sekali) saat menuju ke lokasi sampai pulang.

"Dibilang mimbosoro iya, tapi orangnya belum tentu. Saya menggantikan bapak, mulai kakek hingga buyut, kalau saya sejak 1996," ulasnya.

Halaman Selanjutnya
img_title