Dosen New York University Bicara Religious Authority di Tulungagung
- Madchan Jazuli/Viva Jatim
Suami Tsamara Amany ini mengatakan harus bisa membedakan kerja analitik. Sehingga bukan skala yang harus besar, maupun bersifat nasional seperti mengkaji kementrian dan instansi besar lain.
Melainkan yang harus besar adalah pertanyaan dan imajinasi yang harus dijawab. Seperti contoh di dalam buku ini, dirinya mengambil studi kasus hanya spesifik Habib Luthfi bin Yahya Pekalongan. Akan tetapi pertanyaan besar, dan tidak masalah kalau bisa meninjau studi kasus yang sangat kecil.
Disitulah ia berpendapat kenapa peneliti, penulis atau akademisi harus membaca teori. Teori hanya untuk memberikan pertanyaan pertanyaan yang besar dan majinasi harus besar.
Sebab, keponakan Kemenlu Ali Alatas ini menerangkan bisa saja ia menulis buku yang otoritas keagamaan di Indonesia. Bisa juga apa itu otoritas agama yang ada di mana, namun hal itu secara kontekstual belum menyentuh ke tataran bawah.
"Jangan menganggap, misal ingin menulis islam jawa islam di Tulungagung, Kediri, jangan. Namun pertanyaan besar apa itu islam keagamaan, apa itu politik islam. Skalanya kecil namun pertanyaan yang akan anda jawab besar," jelasnya.
Pria yang juga Pengurus Besar (PB) Lakpesdam NU ini mengimbau kepada alademisi untuk memiliki kepercaya dirian. Beliau mengajak audien untuk membayangkan orang studi di Mesir, Irak, Saudi Arabia selalu mengatakan ini islam di Timur Tengah dan sebagainya.
"Kenapa kita tidak membuat pertanyaan-pertanyaan yang memang mempunyai prevalensi bukan hanya Indonesia tetapi untuk dunia islam," imbuhnya.