Menteri ESDM Tinjau Proyek Smelter Nikel Ceria, Pemurnian Pertama Didanai Domestik
- Dokumen PT Ceria Nugraha Indotama.
Surabaya, VIVA Jatim – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif meninjau progres pembangunan proyek pemurnian (smelter) nikel milik PT Ceria Nugraha Indotama (Ceria) di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, pada Selasa, 2 Juli 2024. Proyek pemurnian nikel tersebut adalah yang pertama dengan investor bank domestik.
“Kita harapkan bahwa mechanical compression bisa selesai Oktober dan bisa commissioning di akhir tahun ini," kata Menteri Arifin dalam keterangannya, Rabu, 3 Juli 2024.
Dia mengungkapkan, proyek smelter nikel Ceria merupakan salah satu proyek strategis nasional (PSN) yang termaktub di dalam Perpres Nomor 109 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Perpres Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Adapun proyek smelter yang dimaksud adalah smelter dengan teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF), yang pada tahap awal dibangun 1 jalur produksi (1x72 MVA) untuk mengolah bijih nikel saprolit, dan ke depannya akan dibangun sebanyak empat lajur produksi (4 X 72 MVA) secara bertahap dengan kapasitas produksi 252.700 ton per tahun.
Smelter tersebut nantinya akan mendapatkan pasokan listrik dari PT PLN (Persero) dengan total kapasitas 414 MVA (352 MW) yang telah disepakati dengan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBTL), yang pasokan listriknya akan mulai dialirkan bertahap pada tahun ini.
Arifin menekankan, pemerintah berharap pelaku industri pemurnian mineral harus bisa mengembangkan ekosistem untuk produk akhir elektrifikasi, karena Indonesia memiliki sumber daya mineral yang sangat bernilai.
"Kita harus mengantisipasi bagaimana industri dalam negeri ini bisa berkembang, cita-cita kita elektrifikasi bisa tercapai, nikel ini tentu saja ada di poros baterai NCM (Nikel Cobalt Mangan), kita punya nikel, kemudian limonet kita juga punya cobalt konten yang signifikan, kemudian juga kita masih punya sumber mangan di Nusa Tenggara Timur, nah inilah yang harus kita integrasikan," imbuh Arifin.
Dia menambahkan, proyek fasilitas pemurnian bijih nikel milik Ceria merupakan proyek smelter Indonesia pertama yang didanai oleh perbankan nasional, yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Pemerintah terus berusaha memfasilitasi lembaga perbankan untuk mendanai proyek-proyek smelter maupun sektor energi lainnya.
“Ini mungkin project financing pertama yang dilakukan, nah ini masih banyak lagi national financial yang memang bisa kita lihat opportunity-nya dan didukung, nanti terutama juga untuk di migas. Karena pemerintah tengah menggenjot infrastruktur energi, selain juga program hilirisasi dalam pemrosesan sumber daya mineral kita," bebernya.
Sementara itu, CEO Ceria Group Derian Sakmiwata mengungkapkan bahwa smelter RKEF Ceria line 1 akan beroperasi dalam dua hingga tiga bulan ke depan. Ukuran furnace-nya 72 MVA nanti yang akan input raw mineral sebesar 1,4 juta metrik ton per tahun di kadar 1,59.
Derian menyebut, itu merupakan langkah awal Ceria dan RKEF masih memiliki target membangun 4 jalur RKEF yang akan dibangun secara bertahap. Selain itu, juga akan membangun smelter dengan teknologi HPAL (High Pressure Acid Leaching) dan seluruh aktivitas industri CERIA berpedoman terhadap kaidah Environment, Social and Governance (ESG).
"Saat ini Ceria juga aktif untuk menerapkan IRMA (Initiative for Responsibility Mining Assurance), ini adalah cara Ceria untuk mengupgrade pola operasi untuk lebih memperhatikan aspek lingkungan dan sosial lebih detail lagi untuk mencegah bahaya-bahaya historis yang bisa terjadi lagi dan mencegah bahaya-bahaya yang akan terjadi," kata Derian.