Perbedaan Kupatan Durenan Trenggalek, Tetap Pertahankan Aspek Silaturahmi
- Madchan Jazuli/Viva Jatim
Trenggalek, VIVA Jatim – Tradisi kupatan di Durenan Kabupaten Trenggalek berbeda dibanding daerah lain. Niat silaturahmi tetap dipertahankan sebagai penutup Bulan Ramadan sekaligus puasa sunnah 6 hari.
Pengasuh Pondok Pesantren Babul Ulum Durenan Trenggalek, KH Abdul Fattah Mu'in mengungkapkan bahwa kupatan di Durenan tetap dipertahankan. Berbeda dengan daerah lain yang banyak mengadakan hiburan sebagai acara utama.
"Kalau sini pembeda dengan yang lain kalau yang ini itu masyarakat orang awam kesana kemarin itu kesini niatnya silaturahmi yang tidak bisa ditiru itu," ujar KH Abdul Fattah Mu'in, Rabu, 17 April 2024.
Kiai Fattah menerangkan di daerah lain tidak sedikit yang mengadakan kupatan mungkin ada iuran sebagai dana digunakan hiburan. Ketika tidak ada acara, maka masyarakat tidak berkunjung silaturahmi.
"Manakala tidak ada hiburan ya tidak ada yang datang. Kalau sini memang tujuannya silaturahim, ingin ziarah (sowan) ke rumah kiainya," ujarnya.
Beliau menerangkan bahwa kupatan disini diperingati lebih dari 200 tahun yang lalu. Mulai zaman kakek beliau, dahulu cuma satu rumah dan merembet 3 rumah keluarga pondok.
Hingga akhirnya, seperti sekarang ini menurut Kiai Fattah sudah meluas ke berbagai desa se-Kecamatan Durenan, bahkan Trenggalek.
Selain itu, menurut kiai sepuh ini masyarakat sudah mengetahui jika selama hari raya pertama sampai keenam tidak ada yavng silaturahmi. Pasalnya, sudah mafhum adanya menerima tamu sewaktu Hari Raya Ketupa h+7.
"Masyarakat kalau belum kupatan kemari umumnya sungkan silaturahmi. Karena umumya keluarga disini puasa semuanya," bebernya.
Kiai Fattah menerangkan dalil puasa 6 hari Syawwal yaitu barang siapa yang berpuasa Ramadhan diteruskan dengan 6 hari bulan Syawwal mendapat pahala sebagai mana orang puasa selama satu tahun.
"Amalnya orang islam itu dilipatkan 10 kali. Kalau 1 bulan sama dengan 10 bulan kalau yang 6 hari berarti 60 hari," tandasnya.
Pantauan VIVA Jatim, arak-arakan ketupat lanang dan wadon mulai start di Pondok Pesantren Babul Ulum. Usai seremonial sambutan-sambutan, langsung didoakan oleh Kiai Fattah.
Tak berselang lama, kedua tumpeng ketupat diarak menuju Lapangan Durenan. Sampai di lapangan menjadi rebutan masyarakat untuk mencari keberkahan.