Filosofi Langgar Gantung, Saksi Bisu Dakwah Islam di Kota Blitar

Langgar An-Nuur yang berlokasi di Kota Blitar
Sumber :
  • Madchan Jazuli/Viva Jatim

Jatim – Salah satu saksi sejarah yang masih bertahan hingga sekitar dua abad lamanya adalah Langgar An-Nuur. Masyarakat setempat sering mengenalnya dengan nama Langgar Gantung. Langgar atau mushalla, begitu orang jawa menyebutnya, mempunyai peran yang lebih dari sekadar tempat beribadah umat Islam.

Demi Kebutuhan Sehari-hari, Pria Asal Blitar Nekat Curi Kotak Amal Masjid

Langgar An-Nur menjadi salah satu titik dan saksi penyebaran Islam di Kota Blitar. Dibangun pada tahun 1826 - 1830, Langgar Gantung ini berlokasi di Kelurahan Plosokerep, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, bangunan kuno tersebut dibangun oleh Mbah Iro Dikoro. Beliau adalah salah satu prajurit Pangeran Diponegoro yang melarikan diri ke Blitar pasca terjadi Perang Jawa kala itu.

Motif Pembunuhan Majikan dan ART di Blitar: Sakit Hati Gaji Tak Sesuai Kenyataan

Ismail Hadi, seorang keturunan keempat dari Mbah Iro Dikoro menyebut bahwa pada saat melarikan diri itulah, Mbah Iro Dikoro diambil mantu oleh salah seorang warga Kelurahan Plosokerep. Mbah Iro kemudian diminta untuk mengajarkan agama Islam dan mendirikan Langgar Gantung.

"Langgar itu juga sebagai sarana peribadatan pertama di wilayah Plosokerep. Baru kemudian muncul mushalla ataupun masjid-masjid lain setelahnya," ungkap Isman Hadi, Jum'at, 07 Desember 2022.

Lokasi Penemuan 2 Mayat di Blitar Diduga Penampungan Anjing dan Kucing Ilegal

Terkait konstruksi bangunan, Ismail menyebut, langgar itu dibangun dari kayu jati dan menjadi tempat studi Islam yang ramai. Setelah proses pembangunan selesai, masyarakat sering menggelar kegiatan di tempat tersebut.

"Kegiatan bermacam-macam mulai dari sholat jamaah, mengaji hingga berbagai Pembelajaran Agama. Bahkan saat malam, difungsikan sebagai pusat dalam menyusun strategi perlawanaan terhadap Belanda," ujar laki-laki berusia 62 tahun ini.

Pria pensiunan ASN ini mengungkapkan, hingga saat ini Langgar Gantung masih difungsikan seperti awal masa pembuatannya. Dimana kegiatan keagamaan digelar rutin pada setiap waktunya.

"Ini merupakan tanggung jawab kami untuk terus merawat dan melestarikan tempat ibadah sebagaimana mestinya. Apalagi bangunan ini mempunyai sejarah yang patut untuk diteladani," terangnya.

Filosofi Langgar Gantung

Penyebutan Langgar Gantung, menurut Isman bukan tanpa alasan. Ia menguraikan istilah itu disematkan lantaran bangunan yang terlihat menggantung dan tidak bersinggungan langsung dengan tanah.

"Pada masa itu (sebelum dibangun) wilayah Plosokerep masih jarang ada bangunan. Daerah ini masih seperti hutan dan masih banyak dijumpai binatang-binatang buas yang berkeliaran," paparnya.

Alhasil, dibangunlah mushalla ini dengan bangunan yang menggantung agar masyarakat yang beribadah bisa terhindar dari gangguan binatang buas yang berkeliaran.

Isman menyebut, dalam waktu dekat Langgar Gantung akan dibangun seperti keadaan awal. Kontruksi bangunan dari kayu jati dan anyaman bambu (gedeg) yang akan dikembalikan seperti semula adalah plavon dikembalikan dari semula anyaman bambu (gedeg).

"Sejak awal didirikan bangunan ini sudah direnovasi sebanyak dua kali. Pertama tahun 1956 dan yang kedua tahun 2000. Pasca waktu itu beberapa bagian yang rusak diperbaiki," pungkasnya.