Tradisi Nanampan, Ibadah Sosial Warga Madura Menyambut Ramadan

Rumah Adat Madura konsep Tanean Lanjhang
Sumber :
  • Istimewa

Jatim – Setiap daerah pasti memiliki tradisi tersendiri di dalam menyambut bulan suci Ramadan. Tradisi tersebut tidaklah serta merta muncul dengan sendirinya. Tentu merupakan wujud daripada watak dan karakteristik masyarakat dimana tradisi berada dan masih dilestarikan.

Selamatan Durian Trenggalek, Mas Ipin: Menjaga Alam Berikan Keberkahan

Seperti di Madura, ada satu tradisi yang hingga kini masih dilestarikan dengan baik. Meskipun jarang sekali muncul di pelbagai kajian-kajian ilmiah akademisi. Namun mampu mewujudkan keguyuban warga Madura menyambut Ramadan. 

Adalah Nanampan. Sebuah ibadah sosial warga Madura yang dilakukan sehari sebelum puasa Ramadan tiba. Biasanya, ragam makanan diolah berdasarkan keahlian dan selera masing-masing, lalu menjelang sore mereka mengantarkannya ke masjid atau mushalla yang menjadi pusat kegiatan keagamaan. 

Bahan Petasan 1 Kg Hancurkan Rumah di Bangkalan, 1 Tewas 2 Luka-luka

Sesuai dengan namanya, nampan adalah alat dapur yang berfungsi untuk membawa atau menghidangkan makanan. Dengan begitu, nanampan juga berarti sebuah aktivitas mengantarkan makanan yang dilakukan seseorang atau kelompok kepada orang lain.

Tradisi Nanampan, menurut Khairul Umam, Pengurus Lesbumi PCNU Sumenep, merupakan ibadah sosial yang sarat dengan makna. Masyarakat berbondong-bondong mengantarkan aneka makanan ke rumah tetangga maupun keluarga, juga ke masjid dan mushalla, adalah bentuk rasa syukur dan bahagia akan hadirnya Ramadan.

Menjaga Tradisi Lebaran, Anies Baswedan Silaturahmi ke Cak Imin

"Mereka mengantarkan aneka makanan ke masjid dan mushalla karena di situlah tempat orang-orang berkumpul untuk beribadah. Sehingga nantinya makanan itu akan dinikmati bersama-sama. Ibadah sosial ini sungguh luar biasa diajarkan kepada kita," ungkapnya kepada Viva Jatim, Kamis, 22 Maret 2023.

Kendati demikian, bagi Umam, tradisi Nanampan tidak hanya sebatas bersedekah makanan di waktu malam pertama bulan Ramadhan. Melainkan satu bulan penuh di Bulan Sya'ban. "Itulah mengapa kemudian disebut sebagai Bulan Rebba," lanjutnya.

Mengapa Harus Makanan?

Setiap tradisi dan budaya yang melekat di kehidupan masyarakat pasti mengandung makna dan falsafah yang mendalam. Termasuk Tradisi Nanampan yang menjadikan aneka makanan sebagai sarana ibadah sosial itu.

Menurut Alumni Pascasarjana Antropologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu, pemberia makanan merupakan simbol bahwa hidup itu harus berlandaskan pada kebutuhan, bukan pada keinginan. Berbanding terbalik dengan hidup ala kapitalis yang serba keinginan dan materialis.

"Sebenarnya kita hidup ini harus berdasarkan kebutuhan, bukan keinginan. Makan ini jelas kebutuhan bagi kita untuk menjaga pola hidup agar tetap sehat. Dalam beribadah misalnya, kita tidak butuh apa-apa selain kesehatan agar bisa totalitas," jelasnya.

Selain itu, makanan dipilih sebagai suguhan juga menggambarkan bahwa kapitalis bukan budaya orang Madura. Menurut Umam, hidup memang butuh uang. Tetapi tidak semuanya bergantung kepada uang. Makanan juga menjadi salah satu pilihan dalam bersedekah.

"Makanya di Madura ada pepatah, cong mun adhu'a jhak anyuun soghi, tape anyuun cokop (Nak, kalau berdoa jangan meminta kaya, tapi mintalah cukup)," terangnya.

Tradisi Nanampan dan Beberapa Keistimewaannya

Lebih jauh, Umam juga menyampaikan tiga hal yang menjadi alasan mengapa harus tetap melestarikan Tradisi Nanampan. Pertama, dalam rangka transfer pahala kepada para leluhur yang telah mendahului. Dengan sedekah, pahalanya dihadiahkan kepada orangtua atau keluarga yang sudah meninggal.

"Jadi kita diajarkan peduli tidak hanya kepada mereka yang masih hidup. Tetapi juga kepada nenek moyang kita yang sudah meninggal. Kita diajarkan bahwa kita harus juga peduli dengan para leluhur dengan cara memberi hadiah berupa sedekah makanan kepada orang lain. Bentuk lain daripada doa," ungkapnya.

Kedua, silaturrahim. Bagi orang Madura, silaturrahim sangat penting. Cara hidup yang tidak individualis membuat orang Madura dikenal guyub dan penuh semangat gotong-royong.

Keguyuban orang Madura, menurut Umam, dapat dilihat dari struktur bangunan rumah yang dikenal dengan konsep 'Tanean Lanjhang' dan posisi kamar mandi yang berada di luar pekarangan rumah.

"Konsep rumah 'Tanean Lanjhang' ini menggambarkan bahwa bagi orang Madura, segala aspek kehidupan harus melibatkan banyak pihak. Makanya setiap selamatan pernikahan, selamatan kandungan, dan lain-lain digelar dengan sangat meriah. Semua itu tentu membutuhkan tanean atau halaman yang luas" ujarnya.

Bagi orang Madura, keberadaan tanean atau halaman sangat penting. Hanya di Madura yang tidak menyebut arsitektur bangunan tempat tinggalnya dengan istilah rumah. Tetapi Tanean. Padahal semua daerah menyebut rumah. Seperti rumah susun, rumah Padang, dan lain sebagainya. Yang penting bagi orang Madura adalah tanean, bukan rumahnya. Sebagai simbol keguyuban antar sesama. Tanpa ada sekat dan sebagainya.

Selain konsep Tanean Lanjhang, posisi kamar mandi yang berada di luar pekarangan juga menjadi simbol pentingnya silaturrahim bagi orang Madura. Posisi kamar mandi yang berada di luar, para tamu tidak lagi sungkan bilamana hendak berwudlu' bahkan mandi. Dengan begitu bertamu akan lebih lama waktunya.

"Bahkan juga dilengkapi dengan mushalla. Bertamu bagi orang Madura bukan hanya sebentar, sehingga terjalin keakraban dari silaturrahim itu. Bahkan memposisikan tamu sangat terhormat," paparnya.

Kesemuanya itu, menurut Umam, menjadi simbol bahwa orang Madura sangat guyub dan menghormati tamu.

Yang ketiga, tolong-menolong. Ibadah sosial yang berupa Tradisi Nanampan ini sangat menjunjung tinggi kemanusiaan. Persis substansi daripada ibadah puasa yang bertujuan untuk merasakan kelaparan yang dirasakan oleh mereka yang sedang kesusahan.

"Dengan saling tolong-menolong inilah, Tradisi Nanampan sebenarnya mengajak masuk surga bersama dan mendapatkan pahala bersama pula," tegasnya.

Ibadah sosial seperti Tradisi Nanampan ini tidak hanya bisa ditemukan di Madura. Di beberapa daerah lain juga sama. Seperti di Jawa Barat, Sumatera, Kalimantan, dan sebagainya.

"Inilah wajah Nusantara, yang selalu menjaga kebersamaan dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan," pungkasnya.