Menelisik Situs Homo Wajakensis, Manusia Purba Tertua di Pulau Jawa 

Suasana Situs Homo Wajakensi di Tulungagung
Sumber :
  • Madchan Jazuli/Viva Jatim

Jatim – Siapa sangka, di ujung selatan Jawa Timur menyimpan histori yang cukup menarik untuk terus dilestarikan. Adalah Situs Homo Wajakensis, manusia purba tertua di Pulau Jawa yang berada di Desa Gamping, Kecamatan Campurdarat Kabupaten Tulungagung.

Sempat Direvitalisasi, Kondisi Bunker Tegalsari Surabaya Kini Tak Terurus

Lokasi tersebut merupakan tempat dimana fosil yang memiliki nilai sejarah dan indah itu ditemukan. Fosil pertama ditemukan oleh van Rietschoten pada 28 Oktober 1888, berupa tengkorak lantas diberi nama Spesimen Wajak 1.

Menurut Sekretaris Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) Wajakensis Jatipurbo, Abdul Kholik, di era penjajahan Belanda, tepatnya di kawasan Gamping, ada salah satu Jenderal Belanda yang meneliti kandungan batu marmer yang ingin ditambang. Pada tahun 1888 itulah tengkorak manusia purba itu ditemukan.

LKPj Gubernur Akhir TA 2023 Disetujui DPRD Jatim, Pj Gubernur: Target Tercapai Optimal

Kabar penemuan fosil tengkorak manusia tertua di Pulau Jawa ini tersiar ke salah satu ilmuan Belanda, Eugene Dubois. Ia pada saat itu tengah berada di Pulau Sumatera untuk kepentingan yang sama. Karena Lantas ia melakukan penelitian di dekat lokasi penemuan fosil pertama.

"Beliau datang kesini menyatakan dan meneliti lebih lanjut. Kemudian menemukan titik temu bahwa ini adalah fosil manusia Purba Homo Sapien Wajak. Kenapa dinamakan wajakensis, karena kawasan menemukan sini kalau dulu di zamannya Belanda katanya District Wajak, mungkin manusia Wajak penamaannya," ungkap Abdul Kholik saat ditemui Viva Jatim di lokasi situs, Rabu 15 Februari 2023.

Hadapi Kejuaran Dunia MMA 2024, Atlet Muda Indonesia Disiapkan Sejak Dini

Kholik menuturkan, setelah penemuan pada 1888 dikembangkan lagi oleh Eugene Dubois. Hingga menemukan lagi berupa tulang rahang diteliti lagi yang kemudian dinamakan Spesimen Wajak 2 pada tahun 1890.

Berbarengan itu, Eugene Dubois menghentikan proyek tambang di lokasi, akhirnya pindah di daerah Besuki untuk penggalian Batu Marmer. Alhasil, area penemuan menjadi tempat penelitian dan direncanakan untuk proses ekskavasi.

"Dulu itu memang Tulungagung sudah terkenal di kancah dunia, bersamaan beriringan antara penemuan fosil dan Batu Marmernya," bebernya.

Pria yang hobi bonsai ini menambahkan, selama berkecimpung di Pokdarwis, ia belum pernah menemukan fosil. Akan tetapi, sesuai keterangab beberapa teman saat dulunya berkeliling di kawasan situs, menemukan sisa-sisa fosil hewan.

Kholik berasumsi, penemuan fosil hewan, kerang dan seterusnya menyimpulkan tidak menutup kemungkinan bahwa di lokasi situs berada dan sekitarnya merupakan perairan laut. Manusia purba berlindung di dalam gua dan mencari makanan di sekitar gua.

"Saat ada sekelompok ataupun manusia yang tinggal di gua itu adalah sangat logis. Berapa persen mungkin dulunya mereka-mereka itu bertahan hidup dengan memakan hewan-hewan laut itu termasuk kerang," terangnya. 

Kendati lokasi situs masuk wilayah Perhutani, pihaknya berupaya berkomunikasi dengan Perhutani ketika ingin membuka jalan atau fasilitas lainnya. Termasuk juga ikut peduli, misalkan ada pohon roboh maupun tumbang terkena bencana dilaporkan ke Perhutani.

Pokdarwis Wajakensis Jatipurbo juga melindungi serta menjaga hewan-hewan yang ada dan baginya langka, termasuk landak. Sebab, hewan-hewan dan tumbuhan sebagai ekosistem yang tetap dipertahankan.

"Kita jaga dari perburuan, kalau kita amankan dengan menjaga, paling tidak ya biar bisa berkembang, eman-emanlah," jelasnya.

Sementara untuk penanda, pria yang berusia 38 tahun ini menjelaskan pada tahun 2012 saat itu Bupati Tulungagung, Heru Cahyono membuat sebuah monumen. Dimana dilokasi tersebut merupakan tempat bersejarah yang pernah ada.

Kholik menambahkan, di sekitar lokasi, terdapat Gua Suli dan Gua Wajak dengan jarak dari situs sekitar 250 meter. Penamaan Gua Suli, menurut cerita warga lokal karena dulu ada orang namanya Suli tinggal di gua tersebut.

"Kalau Gua Wajak, penamaan itu karena di depan gua di mulut gua itu ada tumbuhan yang berdiri tepat di tengah-tengah terus menyangga dinding gua. Makanya kita namakan Gua Wajak," tandasnya.