Rizky Billar, Contoh Nih Kasih Sayang Rasulullah kepada Khadijah

Rizky Billar dan Lesti Kejora.
Sumber :
  • Viva.co.id

Jatim – Kehebohan tentang retaknya hubungan rumah tangga pasangan artis Rizky Billar dan Lesti Kejora meninggalkan catatan betapa rentannya seseorang melakukan perbuatan yang berpotensi merusak hubungan yang suci. Padahal, Islam memberikan tuntunan bagaimana semestinya yang dilakukan suami dan istri agar hubungan rumah tangga berjalan sesuai tujuan, yakni terciptanya sakinah mawaddah wa rahmah.

Belajar dari Kasus Inses Adik Kakak, Orang Tua Diminta Ikuti Tuntunan Rasulullah

Teladan bagaimana menjaga hubungan rumah tangga yang ideal sebetulnya bisa diambil dari kisah rumah tangga Rasulullah dengan istrinya, di antaranya Siti Khadijah. Pada diri Rasulullah bisa diambil contoh bagaimana mengekspresikan cinta dan menjaga kesetiaan sebagai pengejawantahan janji suci pernikahan.

Kesetiaan adalah bagian dari memenuhi apa yang menjadi kewajiban pada diri seseorang, baik bersifat memelihara atau menunaikan, berupa perjanjian tertulis atau tidak tertulis, atau bukan perjanjian melainkan tugas sebagai fitrah manusia, termasuk setia dalam beribadah kepada Alllah.

3 Jenis Olahraga Ala Rasulullah, Ini Dia Manfaatnya Bagi Kesehatan Tubuh

Dalam Alquran Allah menjelaskan jika kita harus menepati janji, bukan hanya janji sebagaimana fitrah manusia kepada manusia, termasuk juga janji sebagai orang Islam untuk menyembah Allah SWT. Banyak sekali perintah Allah tentang kesetian terhadap apa yang seharusnya dilakukan seseorang, termasuk dalam berjanji.  Dalam surat ‘Ali Imran ayat 76, Allah berfirman yang artinya:

"(Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya dan bertakwa, maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa."

Meneladani Rasulullah: Makan Buah Kurma dengan Jumlah Ganjil saat Buka Puasa

Dalam Q.S al-Ra’dhu ayat 20 dijelaskan yang artinya: "(Yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian."

Ayat di atas menggambarkan jika seseorang harus menjadi orang yang menepati janjinya dalam hubungan apapupu yang telah ia perbuat, sehingga kita menjadi orang yang bertakwa. Seagaimana fitrah manusia kita harus memenuhi kewajiban untuk setia kepada janji kita. Termasuk dalam pernikahan, pernikahan adalah perjanjian sepasang kekasih untuk hidup bersama dengan tidak melakukan perbuatan yang dilarang oleh syariat.

Selama hidup, Rasulullah setia dan cinta kepada istrinya. Begitu juga kesetiaannya terhadap Siti Khadijah. Rasulullah selalu mengenang istri yang pertama itu, istri satu-satunya pada saat Siti Khadijah masih hidup. Rasulullah sering menyebut-nyebut kebaikan Khadijah sampai-sampai Siti Aisyah tersulut cemburu.  

Aisyah pernah berkata kepada Rasulullah: “Khadjah tak lain hanyalah wanita tua dan engkau sudah diberi ganti oleh Allah dengan yang lebih baik.” 

Mendengar itu Rasulullah marah. “Tidak, demi Allah, aku tidak tidak diberi ganti dengan yang lebih baik dari Khadijah. Dia beriman kepadaku ketika orang-orang mengingkariku; dia membenarkan aku ketika orang-orang mendustakanku; dia membantu aku dengan hartanya ketika orang-orang memboikotku, aku pun dikaruniai anak oleh Allah darinya, bukan dari lainnya.”

Apabila diberi hadiah, Rasulullah berkata, “Bawalah hadiah ini kepada si Fulan karena dia teman Khadijah dan dia cinta kepadanya.” Bila menyembelih kambing, beliau menghadiahkannya ke teman-teman Khadijah.

Ketika saudara perempuan Khadijah minta izin menghadap Rasulullah, beliau bergembira menemuinya. Ketika ada seorang perempuan menghadap Rasulullah, beliau tersenyum dan bertanya kepadanya dengan baik. Setelah keluar, beliau berkata: “Sesungguhnya dia sering datang kepada Khadijah dan memenuhi janji [karena itu] adalah sebagian dari agama.”

Begitulah ekspresi kesetiaan Rasulullah kepada istrinya, Khadijah. Meskipun sudah meninggal, Rasulullah tidak melupakan kebaikan-kebaikan yang telah diberikan kepadanya, baik berupa sikap atau harta yang telah Siti Khadijah keluarkan dalam membela agama.

Walllahu A’lam.

 

Disarikan dari Ahmad Muhammad al-Hufi, Min Akhlak an-Nabi, (Kairo: t.pt., 1994), hlm. 295.

 

Penulis: Ahmad Fatoni, mahasiswa S2 Ilmu Alquran dan Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya.