Mengenal Batik Ulur Wiji, Brand Lokal Mojokerto yang Go Internasional
- VIVA Jatim/M Luthfi Hermansyah
Motif batik Ulur Wij ini mengambil corak tanaman dan kegiatan masyarakat desa. Di antaranya, motif angon, tandur, dan galaksi. Terbaru, Nasta memproduksi batik dengan tema cerita rakyat bawang merah bawang putih. Warna yang digunakan pada batik ulur wiji cenderung terang, seperti merah, kuning, hijau, biru, putih, dan oranye.
Batik Ulur Wiji dibuat dengan teknik yang cukup tradisional. Bahkan diproduksi menggunakan pewarnaan alami. Bahan alam yang digunakan ada dari kayu jolawe untuk menghasilkan warna kuning, katu tegeran untuk warna kuning cerah (ngejreng), kayu mahoni untuk warna merah dan campuran hitam dan bahan lainnya.
Meski bahan-bahan pewarna tersebut tak asing lagi, alumnus Teknik Lingkungan ITS ini riset lebih dulu untuk menghasilkan warna yang serasi.
“Proses (pewarnaan) umumnya celup, namun kalau pewarna alam lebih rumit. Berbeda dengan pewarna sintesis tinggal sekali celup, sudah jadi. Kalau alami, misalkan mau membuat warna biru gelap bisa sampai 50 kali celupan, maka tidak heran kalau mahal, kita riset juga,” ungkapnya.
Sebelum melalui proses pewarnaan kain dicuci lebih dulu atau disebut teknik pre-mordanting. Proses pre-modating ini untuk menetralkan zat kapur yang nempel pada kain. Setelah itu kain digambar motif, lalu dibatik, kemudian kain akan diwarnai menggunakan pewarna alam.
“Dalam sehari bisa menghasilkan 12 kain. Kalau ngebut bisa sampai 20 kain. Kalau sebulan sekitar 100 - 150 kain,” ujar Nesta.
Bahan kain yang digunakan batik Ulur Wiji ada beberapa jenis. Antara lain, tansel, rayon, linen, katun, sutra. Ibu tiga anak ini mengungkapkan, jenis kain yang paling diminati tansel dan linen, karena ramah lingkungan.