Gapasdap Ungkap Alasan Protes Menhub soal Tarif Angkutan Penyeberangan

Ketum Gapasdap Khoiri Soetomo.
Sumber :
  • Istimewa

Jatim – Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) kembali menyuarakan ketidaksetujuannya terhadap keputusan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi soal kenaikan tarif angkutan penyeberangan kelas ekonomi antarprovinsi dan lintas negara 11 persen. Intinya, tarif yang ditetapkan pemerintah disebut berpengaruh pada menurunnya jaminan keselamatan pelayaran.

Gapasdap Gandeng Kemenhub dan KNKT Bahas SOP Pengangkutan Kendaraan Listrik di Surabaya

Menhub menyebut bahwa kenaikan tarif 11 persen tersebut dengan mempertimbangkan biaya logistik dan transportasi. Menanggapi itu, Ketua Umum Gapasdap Khoiri Soetomo mengatakan bahwa keputusan pemerintah tersebut tidak berdasar pada perhitungan yang benar.

Keputusan itu tidak sesuai dengan yang diajukan operator angkutan penyeberangan dan telah disetujui atas dasar perhitungan dan analisa yang dilakukan Kemenhub beserta Gapasdap dengan melibatkan stakeholder. 

Kabar Baik Bagi Nelayan Lamongan, Pantai yang Alami Pendangkalan Bakal Dikeruk

“Mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan PM Nomor 66 Tahun 2019, formulasi perhitungan tarif angkutan penyeberangan terdiri dari kepelabuhanan PT ASDP, perwakilan konsumen YLKI, asuransi Jasa Raharja dan bahkan juga melibatkan Kemenko Marves,” ujar Khoiri. 

Berdasarkan keputusan bersama itu, lanjut Khoiri, saat itu diketahui bahwa tarif angkutan penyeberangan masih kurang 35,4 persen dari HPP operasional kapal penyeberangan. Kekurangan tarif tersebut jauh sebelum adanya kenaikan BBM subsidi dari pemerintah sebesar 32 persen. 

Realisasi Baru 5 Persen, Gapasdap bakal Ajukan Kenaikan Tarif Penyeberangan Lagi

Dikatakan Khoiri, Bila Menhub hanya menaikkan 11 persen, maka kenaikan tersebut tidak berdasarkan pada PM 66/2019, karena perhitungannya tidak melibatkan stakeholder tarif sesuai dengan peraturan menteri tersebut. Sehingga KM 184/2022 dianggap melanggar perundang-undangan. 

Khoiri mempertanyakan pernyataan Menhub yang mengatakan bahwa kenaikan tarif sebesar 35,4 persen akan mengakibatkan dampak kenaikan inflasi yang tinggi. Menurutnya, pernyataan ini tidak berdasarkan analisa dan perhitungan yang benar. 

"Kami, Gapasdap siap dipertemukan Kemenhub, pengamat kebijakan publik, perwakilan masyarakat YLKI, dan Badan Kebijakan Transportasi Balitbang Kemenhub," tegas Khoiri.

Dia menerangkan, pengaruh kenaikan tarif angkutan penyeberangan 35,4 persen pada harga komoditas hanya sebesar 0,11 persen. Sebagai contoh, truk pengangkut beras seberat 30 ton yang menyeberang di lintas Merak-Bakauheni tarifnya sebesar Rp974.278. Bila naik sebesar 35,4 persen, maka biaya menyeberang menjadi Rp1.319.172, naik Rp344.894 dari tarif sebelumnya.

Di sisi lain, papar Khoiri, harga komoditas beras 30 ton adalah Rp300 juta, bila per kilonya sebesar Rp10 ribu. "Berarti dampak kenaikan terhadap harga komoditas yang diangkut truk tersebut hanya sebesar 0,11 persen saja, atau sebesar Rp11,4 per kilogram,” tandasnya.

“Maka dampak kenaikan tarif angkutan penyeberangan apabila naik 35,4 persen tersebut sangat kecil bila dibanding dengan harga komoditas beras awal sebelum menyeberang, yaitu Rp10 ribu per kilogram, sehingga harga beras setelah menyeberang menjadi Rp10.014 saja," imbuh Khoiri.

Dengan begitu, menurut Khoiri tidak ada alasan bagi Menhub tidak bisa menaikkan tarif dengan besaran perhitungan yang sebenarnya, di mana Kemenhub ikut terlibat saat melakukan penghitungan soal besaran tariff tersebut. 

“Karena kenaikan tersebut untuk menjamin standarisasi keselamatan dan standarisasi pelayanan kenyamanan sebagai representatif bentuk tanggung jawab Menteri Perhubungan terhadap keselamatan dan kenyamanan transportasi laut sesuai dengan UU Pelayaran Nomor 17 Tahun 2008,” ucap Khoiri.