Mendikdasmen Kembali Gelar UN pada 2026, Pakar Sarankan Tak Pakai Model Lama
- Istimewa
Surabaya, VIVA Jatim –Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) merencanakan untuk kembali melaksanakan Ujian Nasional (UN) pada tahun 2026.
Namun, terkait rencana tersebut, Sosiolog Pendidikan dari Universitas Airlangga (Unair) Tuti Budirahayu, berharap agar pelaksanaan UN tahun depan tidak menggunakan model yang sama seperti sebelumnya.
Menurut Tuti, model pelaksanaan UN yang diterapkan beberapa tahun lalu perlu dievaluasi secara menyeluruh, mengingat dampaknya yang menimbulkan berbagai masalah, seperti kecurangan dan stres yang dialami siswa.
"UN model yang lama menurut saya sudah tidak relevan lagi. Bukan masalah UN-nya, tetapi cara untuk memperoleh nilai yang justru membuka peluang terjadinya kecurangan. Selain itu, bimbingan belajar juga jadi lebih dominan dibandingkan sekolah itu sendiri," jelasnya dalam wawancara dikutip dari Suara Surabaya pada Minggu, 5 Janauri 2025.
Ia juga menilai bahwa fokus pendidikan sering kali bergeser hanya untuk mempersiapkan siswa menghadapi UN, sehingga proses belajar mengajar di sekolah tidak lagi memiliki makna yang mendalam.
"Sekolah seolah hanya menjadi tempat untuk mempersiapkan UN. Akibatnya, nilai UN menjadi penentu utama, dan pendidikan itu sendiri tidak lagi bermakna," ungkapnya.
Tuti Budirahayu mengusulkan agar pemerintah menyusun parameter yang lebih komprehensif untuk mengukur kemampuan siswa, bukan hanya berdasarkan hasil UN.
Ia mengingatkan bahwa kondisi pendidikan di setiap daerah sangat bervariasi, terutama terkait dengan kualitas guru, fasilitas sekolah, dan sarana prasarana yang tersedia.
Oleh karena itu, perlu ada pemetaan yang lebih jelas mengenai kondisi setiap sekolah dan proses pembelajaran yang berlangsung di sana.
"Perlu ada pemetaan yang akurat tentang kondisi sekolah dan kualitas pembelajaran di masing-masing daerah. Sekolah-sekolah yang sudah memiliki fasilitas yang baik dan kualitas pengajaran yang unggul tentunya akan menghasilkan siswa yang berprestasi. Oleh karena itu, hasil UN akan cenderung lebih baik di sekolah-sekolah unggul dibandingkan dengan yang lainnya," tambahnya.
Tuti menegaskan bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan, tidak hanya siswa yang harus dievaluasi, tetapi juga kualitas sekolah itu sendiri.
"Jangan hanya menuntut siswa untuk mendapatkan nilai tinggi di UN, jika sekolahnya tidak mendukung. Sebab, kualitas pendidikan harus dilihat dari keseluruhan proses, bukan hanya hasil akhir," ujarnya.
Selain itu, Tuti juga menyinggung model asesmen yang diterapkan oleh Kementerian Pendidikan sebelumnya. Ia menilai bahwa model ini cukup baik karena menilai hasil belajar siswa tidak hanya pada akhir tahun ajaran, tetapi sepanjang proses pembelajaran. Namun, ia menekankan perlunya penyempurnaan agar sistem ini lebih efektif.
"Model asesmen yang digunakan sebelumnya memang bagus, karena mengukur hasil belajar siswa sepanjang pembelajaran. Namun, tetap perlu evaluasi dan penyempurnaan agar ke depannya UN bukan hanya dijadikan alat kelulusan, tetapi juga bagian dari proses pembelajaran yang lebih holistik," pungkasnya.