Komisaris dan Direktur Kasus Investasi Bodong Rp171 Miliar di Surabaya Dituntut 4 Tahun Penjara

Sidang tuntutan kasus investasi bodong di PN Surabaya
Sumber :
  • Mokhamad Dofir/Viva Jatim

Surabaya, VIVA Jatim – Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menuntut dua terdakwa kasus investasi bodong senilai Rp171 miliar dengan hukuman penjara selama empat tahun.

Polwan Bakar Suami di Mojokerto Dituntut 4 Tahun Bui

Kedua terdakwa diantaranya merupakan komisaris PT GTI, pria inisial GH dan Direkturnya, wanita berinisial ICA.

Jaksa Agus Budiarto saat membacakan tuntutannya menyebut bila kedua terdakwa secara sah dan meyakinkan melalukan penipuan sesuai dalam Pasal 378 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Kasus Suap 3 Eks Hakim PN Surabaya soal Vonis Ronald Tannur Masuki Babak Baru

"Menyatakan terdakwa [GH] dan [ICA] secara sah dan meyakinkan melakukan penipuan, sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP Junto 55 Ayat 1 kesatu KUHP," kata Agus saat sidang di Pengadilan Negeri Surabaya, Selasa, 11 Februari 2025, siang kemarin.

Atas pelanggaran baleid tersebut, kedua terdakwa oleh Jaksa Agus kemudian dituntut masing-masing dengan hukuman pidana selama empat tahun penjara.

OTT Tiga Hakim Kasus Ronald Tannur, PN Surabaya Banjir Karangan Bunga

"Menuntut terdakwa [GH] dan [ICA] masing-masing empat tahun penjara," lanjutnya.

Selain itu, Jaksa Agus juga menyatakan bahwa dalam perkara ini tidak ada hal apapun yang meringankan bagi terdakwa.

Usai mendengarkan tuntutan Jaksa, tim kuasa hukum kedua terdakwa menegaskan akan memberikan pembelaan semaksimal mungkin dengan lebih dulu meminta waktu dua minggu untuk menyusun nota pembelaan alias pledoi.

"Kami akan melakukan pembelaan, kami akan melakukan yang terbaik bagi klien kami," tegas Anita, satu diantara kuasa hukum terdakwa setelah sidang digelar.

Diberitakan sebelumnya, perkara investasi bodong bergulir di Pengadilan Negeri Surabaya sejak medio 2024 lalu dengan terdakwa GH dan ICA.

Keduanya dimejahijaukan oleh Lisawati Soegiharto, nenek berusia 71 tahun, karena dianggap mengemplang uang yang telah diinvestasikan melalui bisnis kasur dan sprei.

Perkara berawal pada perkenalan Lisa dengan GH tahun 2020. Dalam perkenalan itu, Lisa tertarik berinvestasi karena diiming-imingi keuntungan bagi hasil. GH saat itu, meyakinkannya, dengan memakai bukti purchasing order bisnis tekstil dengan perusahaan luar negeri.

Merasa yakin bakal menerima keuntungan berlipat, Lisa lalu menanam investasi secara bertahap hingga total sekitar Rp 220 miliar kepada GH.

Awalnya bisnis yang dijalankan berjalan lancar, terdakwa lalu menawarkan agar tetap menjadi investor dengan terus menyetor sejumlah uang hingga total Rp171 miliar.

Sayangnya kemacetan bagi hasil mulai terjadi sampai Januari 2022. Lisa pun memutuskan berhenti berinvestasi dan membawa permasalahan ini ke ranah hukum.