Nahdliyin, Ingat 9 Pedoman Politik NU
- Istimewa
Surabaya, VIVA Jatim – Nahdlatul Ulama (NU) sejak awal menegaskan diri sebagai organisasi keagamaan dan sosial kemasyarakatan. Bukan organisasi politik yang berorientasi pada kekuasaan.
Namun, tidak boleh tidak, ruang politik adalah salah satu bagian dari medan juang NU dalam mewujudkan tujuan-tujuan mulianya.
Karena itu, adalah wajar jika banyak ulama, kiai, dan kader-kader NU menceburkan diri ke dalam gelanggang politik untuk memperjuangkan apa yang dicita-citakan NU. Apalagi, NU dengan jumlah anggota ormas terbanyak se Indonesia, sudah tentu menarik syahwat politik partai politik untuk mendulang suara.
Melihat kenyataan itu, NU tak mengharamkan kader-kadernya aktif di dunia politik. Namun, mengulang apa yang disampaikan KH Sahal Mahfudh sebagaimana diulas NU Online dalam 9 Pedoman Berpolitik NU (8 Agustus 2018), NU mesti berjalan di jalur politik tingkat tinggi, yakni politik kebangsaan, dan etika dalam berpolitik. Bukan politik tingkat rendah yang hanya berorientasi pada kekuasaan, apalagi sekadar fulus. Prinsip-prinsip politik NU sebetulnya tergariskan di naskah khittah 1926, yang kemudian dirumuskan kembali sebagai pedoman operasional politik pada Muktamar NU ke-28 di Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta, pada 1989. Di muktamar inilah kemudian ditetapkan 9 pedoman NU.
Berikut ini 9 pedoman politik NU sebagaimana diulas lama resmi PBNU, NU Online, pada 8 Agustus 2018 lalu:
1. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama mengandung arti keterlibatan warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara menyeluruh sesuai dengan Pancasila dan UUD1945.
2. Politik bagi Nahdlatul Ulama adalah politik yang berwawasan kebangsaan dan menuju integrasi bangsa dengan langkah-langkah yang senantiasa menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan untuk mencapai cita-cita bersama, yaitu terwujudnya masyarakat adil dan makmur lahir dan batin dan dilakukan sebagai amal ibadah menuju kebahagiaan di dunia dan kehidupan di akhirat.