Menilik Arsitektur Masjid Jamik Sumenep yang Dikagumi Khofifah

Masjid Jamik Panembahan Somala Sumenep, Madura
Sumber :
  • Istimewa

Jatim – Julukan 'Solonya Madura' pantas disematkan kepada salah satu kabupaten yang berada di ujung timur Pulau Garam. Bukan Sumenep namanya, bila tidak identik dengan nuansa budaya dan kental akan peninggalan sejarahnya.

LKPj Gubernur Akhir TA 2023 Disetujui DPRD Jatim, Pj Gubernur: Target Tercapai Optimal

Ragam keunikan tradisi dan budayanya terjaga dengan baik. Peninggalan-peninggalan sejarahnya pun juga masih dilestarikan dengan baik. Tak ayal, bila banyak wisatawan, baik lokal maupun mancanegara, ingin berkunjung ke Sumenep.

Salah satu peninggalan sejarah yang menjadi ikon Kota Keris ini adalah Masjid Jamik Panembahan Somala, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Masjid Jamik Sumenep. Satu dari 10 masjid tertua di Nusantara dengan arsitektur perpaduan kebudayaan Tiongkok, Eropa, Jawa dan Madura.

Hadapi Kejuaran Dunia MMA 2024, Atlet Muda Indonesia Disiapkan Sejak Dini

Masjid yang terletak di pusat Kota Sumenep ini, tepatnya di Jalan Trunojoyo, Nomor 184, Dalem Anyar, Bangselok, Kecamatan Kita Sumenep, didirikan pada masa pemerintahan Panembahan Somala, Penguasa Negeri Sumenep XXXI. Dirancang oleh seorang arsitek bernama Lauw Piango, yang juga perancang pembangunan kompleks Keraton Sumenep.

Berdasarkan catatan sejarah, pembangunan Masjid Jamik Sumenep ini dimulai sejak tahun 1779 dan selesai pada tahun 1787 Masehi. Bangunan ini merupakan bagian tak terpisahkan dari Karaton yang difungsikan sebagai tempat ibadah para keluarga dhalem Karaton dan masyarakat umum.

Pj Gubernur Adhy Karyono: Jawa Timur Rumah Nyaman bagi Semua Etnis dan Agama

Masjid yang juga dilengkapi dengan gapura ini merupakan bangunan masjid kedua yang dibangun keluarga keraton. Dimana sebelumnya kompleks masjid berada tepat di belakang keraton yang dikenal dengan nama Masjid Laju. Dibangun oleh Kanjeng R. Tumenggung Ario Anggadipa, Penguasa Sumenep XXI.

Akulturasi Budaya di Arsitektur Bangunan Masjid

Bila berkunjung ke Sumenep, alangkah lebih baiknya bila terlebih dahulu menjajaki keindahan Masjid Jamik Sumenep. Saat sampai di halaman depan, pengunjung akan disambut dengan pintu gerbang masjid yang demikian megah. Nuansa kebudayaan Tiongkok yang berdiri tegak didominasi dengan warna putih kombinasi kuning.

Untuk bangunan utama masjid secara keseluruhan terpengaruh budaya Jawa pada bagian atapnya. Lalu pada bagian pewarnaan pintu utama dan jendela masjid menggambarkan budaya Madura. Adapun interior masjid lebih cenderung bernuansa kebudayaan Tiongkok pada bagian mihrab.

Tak hanya itu, Masjid Jamik Sumenep juga dilengkapi dengan minaret yang desain arsitekturnya terpengaruh kebudayaan Portugis, memiliki tinggi kurang lebih 50 meter terdapat di sebelah barat masjid. Dibangun pada masa kepemimpinan Kanjeng Pangeran Aria Pratingkusuma.

Pagar utama masjid ini dilengkapi dengan bangunan berbentuk kubah di sisi kanan dan kirinya. Kala itu dimaksudkan sebagai tempat penjagaan agar jamaah bisa menjalankan ibadah dengan aman. Namun kini diubah total dan diganti dengan pagar besi.

Di bagian halaman masjid, terdapat pohon sawo, dalam Bahasa Madura dikenal dengan sebutan Sabu. Kemudian juga ada pohon Tanjung. Kedua pohon tersebut konon merupakan penghias utama halaman masjid karena dipercaya mempunyai makna filosofi tersendiri.

Sebagaimana orang-orang terdahulu. Setiap apapun yang dilakukan tidaklah sembarangan. Pasti terdapat makna filosofis dan maksud tertentu. Seperti keberadaan pohon sawo atau sabu. Adalah singkatan dari sa yakni salat dan bu ja' bu-ambu. Salat ja' bu-ambu (jangan pernah berhenti salat).

Kemudian pohon Tanjung adalah penyatuan kata ta dan jung. Ta memiliki maksud tandha, dan Jung mempunyai maksud ajhunjhung. Tanda ajhunjhung (tanda menjunjung tinggi). Sehingga keseluruhan bermakna menjaga salat lima waktu sebagai tanda menjunjung tinggi agama Allah.

Di bagian interior masjid, juga terdapat ukiran-ukiran Jawa dalam pengaruh berbagai budaya. Menghiasi 10 jendela dan 9 pintu masjid. Bila diperhatikan ukuran di pintu utama masjid ini dipengaruhi budaya China, dengan penggunaan warna-warna cerah. Di samping pintu depan masjid terdapat jam duduk bermerek Jonghans, di atas pintu tersebut terdapat prasasti beraksara Arab dan Jawa.

Di bagian dalam masjid terdapat 13 pilar yang demikian besar menggambarkan rukun salat. Di bagian luar terdapat 20 pilar penyangga. Dan 2 tempat khotbah yang begitu indah dan di atas tempat khotbah tersebut terdapat sebuah pedang yang berasal dari Irak. Semula pedang tersebut berjumlah dua, namun belakangan satunya hilang dan tak pernah ada yang mengembalikan.

Dengan demikian, tidaklah berlebih jika saat berkunjung ke Sumenep, tepat di momentum Ramadan 1444 H, Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa mengaku kagum dan takjub dengan Masjid Jamik Panembahan Somala ini. Menurutnya hal itu menjadi simbol akulturasi dan toleransi budaya di Madura yang sudah kuat sejak dulu.