Bertolak Belakang dengan Program Hilirisasi, PP 28/2024 Dinilai Ancaman Serius bagi IHT
- Rahmat Fajar
Kepala Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi (PPKE) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Brawijaya (UB) Prof Candra Fajri Ananda mengatakan IHT memang perlu dilindungi karena perannya yang besar. IHT, kata Prof Chandra, menyumbang sangat besar terhadap pemasukan negara.
Prof Candra mengungkapkan PP 28/2024 mengatur tiga aspek, yaitu pembatasan kadar nikotin, standarisasi kemasan (plain Packaging) dan larangan iklan dan promosi. Ketiga aspek tersebut memberikan dampak negatif cukup besar terhadap IHT.
Pembatasan kadar tar dan nikotin yang cukup rendah dinilai dapat berdampak buruk terhadap petani tembakau Indonesia. Pasalnya, tembakau lokal umumnya memiliki kadar nikotin yang tinggi. Dengan demikian maka, industri harus mengimpor tembakau dengan kadar nikotin rendah.
Hal tersebut jelas akan mematikan petani tembaka lokal. Selain itu, kebijakan kemasan polos juga akan memberikan jalan bagi rokok ilegal untuk terus menjamur di masyarakat.
Mematikan petani tembakau lokal karena dampak kebijakan, menurut Prof Chandra bertentangan dengan Presiden Prabowo Subianto sebagai pengagum sosialis. Tampak Prabowo akan melindungi kaum miskin lewat berbagai programnya dan mayoritas program tersebut membutuhkan sumber pendapatan yang sangat besar seperti makan siang gratis.
"Subsidi besar banget dan semuanya menjadi beban APBN. 80 persen janji-janjinya adalah janji belanja. Maka harusnya sumber APBN harus diamankan, termasuk IHT melalui Cukai Hasil Tembakau yang disetorkan kepada negara,” katanya.
Tim Revitalisasi Tembakau Jatim Cipto Budiono menegaskan bahwa PP28/2024 ini sangat bertentangan dengan semangat yang digaungkan oleh Prabowo yang sangat menekankan hilirisasi. Menurutnya, IHT merupakan contoh hilirisasi yang lengkap dan komplit yang sudah sangat lama dilakukan.