Dirjen HAM Jelaskan KUHP Baru soal Kohabitasi dan Perzinaan dalam Hak Asasi Manusia
- Humas Kemenkumham Jatim
Dia membeberkan, sejak awal pembahasan KUHP baru, topik terkait kohabitasi dan perzinaan memang cukup memantik polemik di ruang publik. Ada pihak yang menuntut agar tindakan semacam itu diberikan hukuman karena tidak sesuai nilai-nilai sosial dan keagamaan.
“Di sisi lain ada pihak yang menolak negara untuk mengatur hal tersebut karena dipandang telah mencampuri urusan privat. Nah, KUHP berupaya mencari titik keseimbangan,” ungkap Dhahana.
Pengaturan ini penting dalam konteks hak asasi manusia (HAM), karena negara harus menjaga keseimbangan antara menghormati hak-hak individu dan menegakkan norma-norma sosial yang dianut oleh masyarakat.
Setiap regulasi harus mempertimbangkan dampaknya terhadap kebebasan pribadi sambil memastikan tidak melanggar hak-hak dasar warga negara, hak dasar menurut UU 39 tahun 1999 tentang HAM. Diantaranya berhak membangun sebuah keluarga tanpa ada tekanan, serta berhak memiliki keturunan lewat perkawinan yang sah.
Kendati masih ada diskursus mengenai topik ini di dalam KUHP, namun Dhahana meyakini tim penyusun KUHP telah menimbang dengan matang dari berbagai perspektif dan keilmuan. “Pengaturan Kohabitasi dan perzinaan dalam KUHP ini, diharapkan dapat menjaga keseimbangan antara hak individu dan norma sosial yang masih dipegang oleh khalayak di tanah air,” jelasnya.
“Kembali, kami mengimbau masyarakat dapat memahami aturan dengan baik sehingga dapat menghindari konsekuensi hukum sebagaimana diatur di dalam KUHP baru ini,” pungkas Dhahana.
Sementara itu, Kakanwil Kemenkumham Jatim Heni Yuwono mengatakan bahwa pihaknya terus melakukan sosialisasi KUHP baru. Baik di kalangan akademisi, penegak hukum maupun masyarakat luas.