Sekjen PDIP Sebut Liberalisasi Politik Justru Terjadi di Era SBY

Sekjen DPP PDIP, Hasto Kristiyanto
Sumber :
  • IST/Doc. Viva Jatim

Jatim – Sistem pemilihan umum 2024 mendatang masih menjadi polemik di tataran elite hingga pengamat. Pasalnya sejumlah pihak menolak diterapkannya sistem proporsional tertutup dan mendukung sistem proporsional terbuka. Namun justru tak jarang pula ada yang menentang. 

Raup Ratusan Ribu Suara, Mas Ibas Ucapkan Terima Kasih ke Pemilih

Meski belum menemukan titik temu antar keduanya, namun sejumlah elit partai politik terus mengupayakan bagaimana pendiriannya bisa terrealisasi. Salah satunya dilakukan Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto. Ia tak segan menyebut bahwa liberalisasi politik justru terjadi di era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). 

“Bapak SBY lupa, bahwa pada bulan Desember tahun 2008, dalam masa pemerintahan beliau, justru beberapa kader Demokrat yang melakukan perubahan sistem proporsional tertutup menjadi terbuka melalui mekanisme judicial review. Dan itu hanya beberapa bulan, sekitar empat bulan menjelang pemilu yang seharusnya tidak boleh ada perubahan,” kata Hasto di Rangkasbitung, Lebak, Banten, Minggu, 19 Februari 2023, dikutip dari VIVA.

PDIP Harap Prabowo Ikuti Jejak Mahfud MD yang Mundur dari Menteri

Hal itu disampaikan Hasto menanggapi pertanyaan wartawan atas pernyataan Presiden Keenam RI itu, yang menyinggung adanya upaya mengganti sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi tertutup.

Hasto menegaskan upaya yang dilakukan Demokrat tahun 2008 adalah strategi jangka pendek Demokrat untuk meraih kemenangan, yakni bisa mencapai 300 persen.

Anak Kedua SBY Ajak Ribuan Masyarakat Trenggalek Pilih Prabowo-Gibran

“Sehingga dengan melakukan segala cara akhirnya Partai Demokrat mengalami kenaikan 300 persen, bayangkan dengan PDI perjuangan yang ketika berkuasa, kenaikannya hanya 1,5 persen," katanya.

Dia menjelaskan judical review yang sekarang berbeda dengan yang dilakukan pada 2008.

“Judical review sekarang tidak dilakukan oleh partai, karena PDI Perjuangan juga tidak punya hak, tidak punya legal standing untuk melakukan judicial review. Ini dilakukan oleh beberapa pakar yang melihat bahwa dengan demokrasi proporsional terbuka yang dicanangkan oleh pada zaman Pak SBY tersebut, malah terjadi liberalisasi politik yang luar biasa," katanya.

Dia menuturkan, proporsional terbuka yang dilakukan masa SBY membuat partai digerakkan oleh kekuatan kapital.

“Ada investor-investor yang menyandera demokrasi. Jadi Pak SBY sebaiknya ingat bahwa liberalisasi itu justru terjadi pada masa beliau. Judical review saat itu dilakukan hanya beberapa bulan menjelang pemilu, berbeda dengan sekarang karena komitmen untuk mengembalikan sistem politik pada Pancasila,” katanya menegaskan.

Presiden keenam Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono sebelumnya memberikan catatan tentang urgensi penting atau tidaknya perubahan sistem pemilu.

"Saya mulai tertarik dengan isu penggantian sistem pemilu, dari sistem proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup. Informasinya, MK akan segera memutus mana yang hendak dipilih, kemudian dijalankan di negeri ini. Sebelum yang lain, dari sini saya sudah memiliki satu catatan," katanya dalam keterangan diterima di Jakarta Minggu.

Menurut dia, apakah saat ini, ketika proses pemilu telah berlangsung, ada sebuah kegentingan di Indonesia, seperti situasi krisis tahun 1998, misalnya.

"Sehingga sistem pemilu mesti diganti di tengah jalan. Mengubah sebuah sistem tentu amat dimungkinkan. Namun, di masa 'tenang', bagus jika dilakukan perembukan bersama, ketimbang mengambil jalan pintas melakukan judical review ke MK," katanya.