WNA Singapura yang Jadi Dosen di Tulungagung Bakal Dideportasi Kemenkumham Jatim

Dosen kampus swasta di Tulungagung ditangkap Petugas Kantor Imigrasi
Sumber :
  • Nur Faishal/Viva Jatim

Surabaya, VIVA Jatim –Seorang Warga Negara Asing (WNA) asal Singapura, MB (66) yang sempat menjadi Dosen di salah satu universitas swasta di Kabupaten Tulungagung akan dideportasi ke negara asalnya oleh Kanwil Kemenkumham Jatim.

Pendiri Baba Rafi Berbagi Pengalaman Bisnis di Singapura

Hal itu diterangkan oleh Kadiv Keimigrasian Kanwil Kemenkumham Jatim Hendro Tri Prasetyo. Dosen tersebut juga telah mengantongi Kartu tanda Penduduk (KTP) Indonesia selama 12 Tahun. "Berdasarkan hasil pemeriksaan, kami akan menjatuhkan Tindakan Administratif Keimigrasian kepada MB berupa pendeportasian ke negara asal," ujarnya.

Tak cukup sampai disitu, Hendro menjelaskan bahwa pihaknya juga akan memberikan sanksi administratif yang lain, yakni pencantuman dalam daftar cekal/ tangkal.

Cewek Surabaya Ini Otomatis Jadi Konten Kreator Usai Ikuti Open Trip Backpacker

"Kantor Imigrasi Kediri juga sudah menerbitkan berita acara pembatalan dokumen perjalanan yaitu paspor yang bersangkutan," terang Hendro.

Selain itu, pihak Kanim Blitar juga telah berkoordinasi dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Tulungagung untuk membatalkan dokumen kependudukan seperti akta lahir, KTP dan Kartu Keluarga.

Kanwil Kemenkumham Jatim Usulkan 16.608 Warga Binaan Peroleh Remisi Khusus Idul Fitri

"Kanim Blitar juga sudah koordinasi dengan Bawaslu, agar melakukan pencegahan sehingga MB tidak masuk sebagai Daftar Pemilih Tetap," tegas Hendro.

Terkait rencana deportasi, pihak Kanwil Kemenkumham Jatim juga telah menetapkan tanggalnya. Yaitu pada 22 Juni 2023 mendatang.

"Seluruh proses administrasi telah selesai, tinggal menunggu jadwal keberangkatan saja," terang Hendro.

Sementara itu, untuk dua WN Pakistan yang juga mendapatkan masalah keimigrasian yaitu IM dan MW, rencananya akan dilakukan penegakan hukum keimigrasian (pro justitia).

"Kami akan menaikkan statusnya dari pra penyidikan ke penyidikan, karena kami juga sudah memegang dua alat bukti yang cukup," jelas Hendro.

Keduanya disangkakan telah melanggar pasal 119 Ayat (1) UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Karena masuk dan/atau berada di Wilayah Indonesia yang tidak memiliki Dokumen Perjalanan dan Visa yang sah dan masih berlaku.

"Dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan pidana denda paling banyak 500 juta rupiah," jelasnya.

Sebelumnya, Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Blitar, Arief Yudistira mengatakan, MB sudah berada di tanah air sejak tahun 1984. Dari hasil pemeriksaan, diketahui tujuan masuk ke Indonesia untuk kepentingan pendidikan. Yang bersangkutan menjalani pendidikan S1 di wilayah Malang dan lulus sekitar 2006. 

"Pada medio 1984-1998, MB menggunakan visa kunjungan dengan paspor Singapura. Selama itu, tercatat dia keluar masuk Indonesia sekitar 10 kali,” katanya.

Pada 2011, MB mendapatkan dokumen kependudukan. Tidak hanya KTP dan kartu keluarga, namun juga lengkap dengan akta lahir. 

“KTP menggunakan nama Y (inisial), lahir di Pacitan, 1973. Ini sudah bergeser dari identitas awal dari identitas yang di paspor Singapura,” katanya.

Padahal sebenarnya, sambung Arief, yang bersangkutan lahir pada tahun 1956. Di paspor Singapura itu juga dituliskan wilayah kelahiran, yakni Pachitan.

“Jadi di Singapura juga ada wilayah dengan nama mirip Pacitan juga, yaitu Kampong Pachitan off Changi Rd S'pore,” jelas dia.

Yang bersangkutan juga sempat menikah dengan warga lokal Blitar dan menekuni profesi sebagai tenaga pendidik. Yakni dosen salah satu kampus di Kabupaten Tulungagung. 

“Ketika kami amankan kemarin, beliaunya juga masih mengajar atau menjadi dosen,” terangnya.