Polemik Bukti Visum dan CCTV yang Diabaikan Hakim di Kasus Ronald Tannur
- Nur Faishal/Viva Jatim
Surabaya, VIVA Jatim – Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang membebaskan terdakwa Gregorius Ronald Tannur dalam perkara dugaan pembunuhan atau penganiayaan yang menyebabkan teman kencannya, Dini Sera Afriyanti tewas, menuai polemik. Salah satu yang disorot ialah alat bukti visum dan CCTV yang tidak dijadikan pertimbangan oleh hakim dalam putusannya.
Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kajati Jatim) Mia Amiati menyampaikan rasa kecewanya atas vonis bebas tersebut. Padahal, kata dia, jaksa penuntut umum (JPU) sudah optimal melakukan upaya pembuktian, termasuk menyertakan alat bukti visum et repertum yang menerangkan penyebab kematian korban dan CCTV sebagai bukti pendukung perbuatan terdakwa.
“Kami sangat kecewa karena keadilan tidak bisa ditegakkan ketika kami berusaha menerapkan aspek hukum dengan menggali fakta yang ada dan berlandaskan hati nurani,” kata Mia kepada wartawan pada Kamis, 25 Juli 2024.
Pakar hukum pidana Universitas Airlangga Surabaya Nur Basuki Minarno mengatakan, visum dan CCTV diajukan jaksa sebagai alat bukti di persidangan sebagai upaya untuk membuktikan dakwaannya. Selain saksi-saksi, visum dan CCTV menurut dia bisa dipakai sebagai bukti pendukung perbuatan pidana yang dilakukan oleh terdakwa.
Visum et repertum, lanjut dia, dipakai untuk mengetahui secara pasti apa penyebab kematian korban. Visum dibuat oleh dokter yang diakui di bidangnya dan membuat pernyataan di bawah sumpah. Berdasarkan hasil visum yang disajikan JPU dalam perkara Ronald, korban mati karena mengalami pendarahan di bagian organ hati akibat benda tumpul.
Visum, papar Basuki, tidak bisa dipakai untuk mengetahui siapa pelaku yang mengakibatkan korban meninggal. Karena itu dibutuhkan alat bukti lain, misalnya rekaman CCTV. Contohnya, jaksa sudah mengajukan alat bukti CCTV. Sudah mengajukan saksi. Itulah yang akan membuktikan bahwa si terdakwa itu adalah pelakunya sehingga si korban meninggal dunia,” paparnya.
Dalam konteks perkara terdakwa Ronald, majelis hakim yang diketuai Erintuah Damanik tidak menjadikan alat bukti visum dan rekaman CCTV sebagai pertimbangan putusannya. Menurut Basuki, sah-sah saja hakim mengabaikan dua alat bukti yang diajukan jaksa tersebut tapi harus berdasar.
Misalnya, visum yang diajukan JPU cacat secara prosedural. Basuki memberi contoh visum et repertum yang dibuat setahun setelah kejadian. Itu sudah pasti cacat secara prosedural. Namun, berdasarkan informasi yang dia peroleh, visum et repertum yang dipakai jaksa dalam sidang perkara Ronald Tannur tidak cacat prosedur.
Hakim, lanjut Basuki, boleh juga mengesampingkan satu alat bukti dan mengambil alat bukti lain, tapi juga harus kuat argumentasi dan dasar hukumnya. Di perkara Ronald, hakim menyatakan bahwa penyebab kematian korban bukan karena dianiaya, tapi karena cairan alkohol yang terdapat di organ lambungnya.
“Pertanyaannya, majelis hakim mempunyai pendapat seperti itu dasarnya apa? Apakah memang ada ahli yang menerangkan untuk itu atau tidak? Atau paling tidak ada dokter yang barangkali pernah merawat si korban bahwa korban itu sebelumnya menderita penyakit tertentu sehingga kalau dia minum alkohol menyebabkan matinya si korban,” ujar Basuki.
Diberitakan sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya menjatuhkan vonis bebas terhadap terdakwa Ronald Tannur dalam perkara pembunuhan dan atau penganiayaan yang menyebabkan pacar terdakwa, Dini Sera Afriyanti, meninggal dunia. Vonis bebas itu dibacakan hakim dalam sidang di PN Surabaya, Rabu, 24 Juli 2024.
Perkara Ronald Tannur bermula dari kehebohan di dunia maya tentang dugaan penganiayaan yang menyebabkan tewasnya Dini Sera Afriyanti beberapa bulan lalu. Dini tewas usai menikmati malam bersama Ronald di tempat hiburan di kawasan Jalan Mayjen Jonosewojo, Lakarsantri, Kota Surabaya, Jawa Timur, pada Rabu, 4 Oktober 2023, malam.
Saat itu, beredar di media sosial korban bertengkar dengan Ronald Tannur usai berpesta di tempat hiburan malam. Pertengkaran itu terjadi sampai di lokasi mobil anak eks anggota DPR dari PKB, Edward Tannur, itu diparkir. Sebagian tubuh korban sempat terlindas mobil Ronald. Korban kemudian dibawa Ronald ke apartemennya dan di sana tak sadarkan diri. Korban dinyatakan meninggal dunia setelah dibawa ke rumah sakit.