Bambang Haryo Bilang Pelemahan Rupiah Saat Ini Berbahaya, Jangan Remehkan

Bambang Haryo Soekartono atau BHS.
Sumber :
  • Istimewa

Surabaya, VIVA Jatim – Nilai tukar rupiah beberapa hari terakhir tertunduk lesu. Bahkan, pada Kamis, 19 Oktober 2023, nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS hampir menyentuh level Rp16 ribu, yaitu Rp15.852. Menurut pengamat kebijakan publik Bambang Haryo Soekartono (BHS), kondisi tersebut tak boleh diremehkan karena dampaknya sangat berbahaya bagi ekonomi Indonesia.

27 PAC Gerindra Dukung Cak Dedi Maju Pilwali Surabaya 2024

BHS mengatakan, jika tidak ditangani, pelemahan nilai tukar rupiah tersebut bisa menghancurkan sektor riil. “Sebab, hampir semua industri dan perdagangan menggunakan bahan baku yang bergantung kepada nilai mata uang asing,” katanya dalam keterangan diterima VIVA Jatim, Minggu, 22 Oktober 2023.

Anggota komisi VI DPR-RI periode 2014-2019 itu menambahkan, seharusnya hal itu menjadi tugas dari Kementerian Bidang Ekonomi untuk mengembalikan stabilitas nilai tukar rupiah terhadap Dolar ASyang saat ini terpuruk jauh melebihi dari nilai mata uang lainnya.

KM Dharma Kencana V Beroperasi, Kapal Cepat Berkapasitas 1.400 Penumpang-300 Mobil

BHS lantas mengkritik pandangan yang menyebutkan bahwa keterpurukan rupiah jauh lebih baik dibandingkan dengan negara lain. “Tidak tepat ada kata - kata dari pejabat pemerintah yang mengatakan keterpurukan rupiah terhadap Dolar masih jauh lebih baik daripada mata uang lainnya di seluruh dunia" ujarnya.

Ketua Dewan Penasehat DPP IPERINDO itu lantas membandingkan dengan kurs Dolar terhadap mata uang rupiah tahun 2009 sebesar Rp9.114 dengan tahun 2023 yang tembus di atas Rp15 ribu, terdepresiasi 74 persen. Sedangkan negara lain di Asia Tenggara tidak demikian.

Pj Gubernur Jatim Tanggapi Polemik Warung Madura di Bali : Ekonomi Sekarang 24 Jam

Misalnya, lanjut BHS, di Malaysia. kurs Dolar AS terhadap Ringgit di tahun 2009 sebesar 3,4 Ringgit. Sementara pada tahun2023 sebesar 4,77 Ringgit, terdepresiasi hanya 40 persen. Di Filipina, kurs Dolar terhadap mata uang Peso di 2009 sebesar 48,2 Peso, sementara di 2023 sebesar 56,78 Peso. “Berarti terdepresiasi hanya 17 persen,” tandasnya.

Sementara Thailand, papar BHS, kurs Dolar terhadap Baht di 2009 sebesar 35,9 Baht, sedangkan di 2023 sebesar 36,35 Baht, sehingga terdepresiasi hanya sebesar 1,25 persen. “Sedangkan Vietnam kurs Dolar terhadap mata uang Dong di 2009 sebesar 24.525 Dong, di 2023 sebesar 18.500 Dong, sehingga hanya terdepresiasi sebesar 32,5 persen,” katanya.

"Ini bisa dibuktikan dengan data yang benar bahwa keterpurukan rupiah adalah yang terbesar dibanding dengan nilai mata uang lainnya terhadap Dolar Amerika,” ujar Ketua Komtap Utilitas Umum Bidang Infrastruktur KADIN Pusat itu.

BHS juga mengkritik pandangan yang menyebutkan bahwa keterpurukan rupiah karena adanya ketidakpastian pasar keuangan global. Sebab, lanjut dia, apabila mengacu pada negara tetangga di Asia Tenggara, pertumbuhan ekonomi mereka justru tumbuh signifikan.

Di Malaysia, papar BHS, pertumbuhan ekonominya sebesar 8,7 persen di tahun 2022, dan Kuartal I tahun 2023 tumbuh 5,6 persen. “Filipina di tahun 2022 tumbuh sebesar 7,2 persen dan di 2023 Kuartal 1 masih tumbuh 6,4 persen,” ujarnya.

Berdasarkan data itu, BHS berharap pemerintah Indonesia fokus melakukan pembenahan ekonomi tanpa membandingkan dengan negara lain. Hal yang perlu dilakukan ialah memperhatikan sektor riil terutama UMKM yang memberikan kontribusi ekonomi terbesar di Indonesia, yaitu 60,5 persen

“Dan [UMKM yang] bisa memberikan lapangan pekerjaan sebesar 97 persen agar mendapatkan insentif-insentif dari pemerintah mulai dari perpajakan, bunga bank dan permodalan, agar mereka bisa eksis, tumbuh berkembang, dan bahkan meningkatkan kelasnya,” tutur BHS. 

“Demikain juga sektor pangan, pertanian, perikanan dan perkebunan juga harus mendapatkan perhatian dan insentif yg sama dengan UMKM dan juga semua infrastruktur yang dibangun oleh pemerintah sesuai skala prioritas dan bisa betul-betul dimanfaatkan oleh masyarakat sehingga bisa memberikan nilai tambah ekonomi bagi bangsa dan negara,” pungkas BHS.