Menengok Kemegahan Masjid Agung Darussalam Mojokerto yang Kini Berusia 131 Tahun

Masjid Agung Darussalam Mojokerto
Sumber :
  • M Lutfi Hermansyah/Viva Jatim

Surabaya, VIVA Jatim – Masjid Agung Darussalam (Madasa) Mojokerto adalah salah satu masjid yang tertua di Mojokerto. Berdiri sejak tahun 1893, masjid ini telah mengalami renovasi.

Usai Beraksi di 10 TKP, Pelaku Curanmor Asal Pasuruan dan Bangkalan Diringkus Polisi

Bangunan lama masjid yang terletak di Jalan Nasional, Desa Gemekan, Kecamatan Sooko, Mojokerto ini, telah rata dengan tanah. Konstruksi bernilai sejarah dari masjid berusia 131 tahun ini hampir tak tersisa di tengah proses pembangunan masjid baru.

Beberapa yang tersisa hanya konstruksi soko guru yang masih dipertahankan. Empat pilar kayu yang menjadi penyangga utama masjid lama kini dijadikan sebagai fasad dari Masjid Agung Darussalam.

Hutan Mangrove di Pesisir Timur Surabaya Sidoarjo Darurat Sampah

Masjid Agung Darussalam ini merupakan jejak penyebaran Islam di era kolonial Belanda. Dibangun oleh Bupati Mojokerto Raden Adipati Arya Kromodjojo Adinegoro III pada tahun 1893 silam. Itu dibuktikan dari prasasti yang hingga saat ini masih tersimpan. Prasasti tersebut menandakan pendirian masjid pada hari Jumat Kliwon, 23 Januari 1893.

 

Gibran Bertemu Khofifah Emil di Surabaya: Giliran Saya yang Bantu

Tampak dalam Masjid Agung Darussalam Mojokerto

Photo :
  • M Lutfi Hermansyah/Viva Jatim

 

Bendahara Takmir Masjid Agung Darussalam Imam Syafi’i menuturkan, pemugaran atau renovasi mulai dilakukan pada tahun 2007 di masa pemerintahan Bupati Achmady. Bupati Mojokerto ke-21 itu sendiri yang melakukan peletakan batu pertama. Namun, pembangunannya sempat terhenti sementara karena terkendala pendanaan di tahun 2011. 

Kemudian pembangunan dilanjutkan kembali pada tahun 2019 setelah mendapatkan dana hibah dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto. Dari awal hingga saat ini, renovasi masjid telah menghabiskan dana puluhan miliar.

“Sementara ini (pembungunan masjid Agung Darussalam) menelan anggaran Rp32 miliar. Ini masih kurang Rp20 miliar lagi,” tutur Syafi’i kepada VIVA Jatim di pelataran Masjid Agung Darussalam, Jumat, 29 Maret 2024.

Ketika memasuki masjid merasakan nuansa kemegahan. Di dalam ruangan utama, ada kesan lega dan lapang. Hal itu tidak hanya disebabkan luasnya area tempat salat, tetapi juga rongga-rongga di bawah atap. Hampir setiap sudut masjid termasuk langit-langit kubah masjid penuh dengan hiasan kaligrafi bertuliskan ayat-ayat Al Qur’an.

Ornamennya bernuansa Majapahitan. Terlihat di sejumlah pilar beton pondisinya berbentuk seperti Lingga Yoni yang dibalut kayu jati berukiran motif majapahit.

“Pengrajinnya (ukiran pilar) adalah orang yang membuat istinanya pak Soeharto dari Jepara,” ungkap Syafi'i.

Terdapat 2 ukuran pilar. Setinggi 9 meter dan 3,5 meter. Syafi’i menyebut, harga masing-masing ukiran kayu jati itu pun cukup mahal. Pilar setinggi 9 meter memakan biaya Rp600 juta. Sedangkan pilar setinggi 3,5 meter Rp280 juta.

“Ciri khas ukir ornamen khas majapahit terletak pada lengkungnya. Ada 10 yang sudah jadi. Kurang 10 tiang lagi. Jadi total ada 20 tiang,” ujarnya.

Kesejukan juga terasa di dalam masjid ini. Hawa dingin terpancar dari batu marmer yang terhampar menjadi lantai seluruh ruangan. Semilir angin juga masuk dari jendela dan lubang-lubang ventilasi. Karena langit-langitnya tinggi, ruangan menjadi semakin adem.

“Marmer buatan lokal dari pabrik di Ngoro, Mojokerto. Hanya saja bahan baku dari lampung,” terang pria berusia 58 tahun itu.

Selain ukiran majapahit, ada pula pilar yang berlapis cor kuningan. Pengerajin cor kuningan ini berasal dari Boyolali, Jawa Tengah. Imam beralasan, kualitas cor kuningan ini lebih tahan lama dan mengkilau. “Permintaan kita pokoknya dibuatkan kuningan yang terbaik,” kata Syafi’i.

Masjid ini juga mempunyai beduk raksasa yang bobotnya mencapai 560 Kg. Diameter beduk raksasa ini mencapai 225 cm dengan panjang 350 cm. “Beduk ini dari Cirebon, kita inden 2 tahun. Kulitnya terbuat dari kulit sapi berbobot 1 ton 2 kuintal,” terang Syafi’i.

 

Bedug raksasa di Masjid Agung Darussalam Mojokerto

Photo :
  • M Lutfi Hermansyah/Viva Jatim

 

Masjid ini memiliki luas 35 x 66 meter persegi, berdiridi lahan sekitar 8500 meter persegi. Sayangnya, tak banyak sisa dari bangunan lama. Syafi’i mengungkapkan, bangunan lama yang tersisa hanyalah soko guru. Menurut dia, soko guru tersebut merupakan bagian asli dari sejak Masjid Darussalam sejak didirikan tahun 1893 silam.

Masih kata Syafi’i, bangunan suko guru tetap dipertahankan karena untuk mengenang kesejarahannya. Namun, kayu reng dan gentengnya sudah diubah. Di dalam tengah suko guru terdapat tangga yang digunakan menuju puncak masjid.

“Dulu orang azan naik tangga itu, karena belum ada speaker kan. Azannya teriak dari atas situ, katanya orang dulu ya terdengar kemana-mana. Kalau sekarang mungkin tidak dengar karena jalan sudah ramai,” paparnya. 

Masjid megah ini digadang-gadang menjadi ikon wisata religi di Mojokerto dan bisa digunakan masyarakat untuk beribadah serta berwisata. Pembangunan masjid ini dilakukan untuk memperluas kapasitas masjid. 

Dari sebelumnya hanya memiliki daya tampung sekitar 400 jemaah, ke depan diperkirakan mampu menampung kurang lebih 5000 jemaah. Masjid ini memiliki luas 35 x 66 meter persegi di lahan sekitar 8500 meter persegi.

“Halaman masjid nanti kita perluas. Nanti ada pujaseranya untuk pengembangan ekonomi juga,” pungkas Syafi’i.