Begini Cara Pakar Pendidikan Bijak Memilih Sekolah Negeri atau Keislaman

Siswi sekolah dasar saat jam istirahat
Sumber :
  • Madchan Jazuli/Viva Jatim

Tulungagung, VIVA JatimPendidikan kian mengalami perubahan secara signifikan seiring perkembangan zaman. Mulai dari kurikulum hingga kuantitas peserta didik. Di tengah dinamisnya arus informasi, minat peserta didik menjadi atensi yang harus diupayakan oleh setiap lembaga pendidikan agar tidak mengalami degradasi. 

50 Advokat dan Akuntan Publik Jalani Pendidikan, Pimpinan AKPI: Penting Bekerja Profesional!

Seperti Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Tulungagung. Dari 48 lembaga pendidikan di bawah naungan Dinas Pendidikan, hanya 8 yang memenuhi jumlah pagu yang tersedia. Berbanding terbalik di lembaga pendidikan keislaman yang justru banyak diminati.

Salah satu Pakar Pendidikan sekaligus Dosen UIN Satu Tulungagung, Nur Isroatul Khusna mengungkapkan bahwa pendidikan harus beradaptasi sendiri. Perubahan merupakan suatu hal yang bisa disikapi dengan cepat. Karenanya perlu disikapi dengan bijak. 

Komitmen GISLI Tulungagung Bantu Program Pemerintah Jadi Poros Maritim Dunia

"Menurut saya itu yang pertama, termasuk yang kedua, jalur masuk sekolah yang begitu ribet dan apa-apanya kurikulum yang berubah-ubah," ujar Nur Isroatul Khusna, Senin, 31 Juli 2023.

Ibu dua anak ini mengaku buah hatinya sekokah di negeri dan satunya di lembaga keislaman. Alasan di lembaga keislaman, ia memandang lembaga tersebut lebih siap dalam merespon perubahan kurikulum.

Baru 72,14 Persen Capaian UHC di Tulungagung

Alasan kedua, memang karena kesibukan orang tua dan menganggap sekarang karakter sangat penting. Penerapan Kurikulum 2013 masih belum maksimal, kita sudah dituntut menggantinya dengan Kurikulum Merdeka P5 (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila).

Khusna menerangkan dalam penerapan karakter-karakter siswa tentang agama itu sangat penting. Sehingga orang tua berharap mereka mampu mendapatkan itu di lembaga-lembaga yang berbasis keagamaan.

"Rata-rata lembaga yang berbasis keagamaan mempunyai waktu belajar yang lebih lama dibanding dengan sekolah-sekolah yang berada, mohon maaf yang berada di bawah naungan Dinas Pendidikan," akunya.

Perempuan yang juga sebagai Dosen di Universitas Terbuka di Tulungagung ini membeberkan, anak akan lebih terbentuk karakter secara otomatis nilai keagamaan dapat akan berpengaruh terhadap karakter. Ia mencontohkan pendidikan karakter, ada nomor 18 tentang kejujuran, kedisiplinan, orang tua lebih nyaman menyekolahkan yang berbasis keislaman.

"Di samping itu sekarang juga lagi ngetren 

sekolah yang ada ngajinya dengan hafalan Alquran. Dengan berbagai metode-metode membaca yang benar itu sangat booming. Nah itu, didapatkan di lembaga keislaman. Sedangkan diniyah di lingkungan sekitar masih jarang mengadopsi model-model pembelajaran yang seperti itu," terangnya.

Di sisi lain, di lembaga dibawah naungan dinas, kurikulum saat ini menerapkan Kurikulum Merdeka Belajar. Khusna mengatakan sebenarnya belum semua diterapkan, dan masih mengadopsi kurikulum 2013 di dalam pendidikan karakter.

Pendidikan karakter pertama adalah religiusitas, tetapi mungkin karena pembelajaran sekarang berbasis tema atau penerapannya psikomotor afektif mungkin itu kurang dapat. Sebab, orang-orang menganggap bahwa hasil belajar hanya diukur dengan kognitif, orang tua melupakan adanya afektif dan psikomotorik.

"Seharusnya seimbang capaian pembelajarannya, sekarang di kurikulum merdeka mengenal P5. Berlaku di sekolah dasar sampai menengah, kita meraba-raba dimana nilai religiusitasnya. Padahal kalau kita lihat sebenarnya kurikulum ini mendapatkan keduanya," jelasnya.

Sudut Pandang Orang Tua

Meski Khusna pakar pendidikan, ia mencoba mengamati kedua buah hatinya yang sekolah di lembaga pendidikan negeri dengan yang di lembaga keislaman. Ia memilih lembaga keislaman mempunyai prinsip, anak harus dilandasi dulu dengan agama.

Kemudian, setelah agama kuat, anak akan bisa membedakan mana yang baik dan benar. Ibaratnya, Khusna sebagai orang tua saya memenuhi kewajiban saya untuk menyekolahkan anak di lembaga yang terbaik.

Selain itu, dirinya merasa lebih tenang dengan orang tua yang mempunyai kesibukan padat di setiap hari. Misalnya yang jarang pulang, maka ia menitipkan anak di lembaga agama lebih nyaman. Kemudian melihat anaknya ngaji, Khusna merasa lebih bisa dibanding dengan yang tidak sekolah di lembaga keislaman.

"Tapi ada plus minusnya. Mungkin lembaga keislaman sebagai dia akan mengejar keilmuan agamanya apalagi ada target harus hafal sekian. Sehingga lemah di bidang akademik" ungkapnya.

Perempuan yang tengah menempuh doktoral di Universitas Negeri Malang (UM) tidak menyudutkan sekolah negeri. Anaknya yang sekolah di lembaga pendidikan naungan Diknas akan lebih bisa dalam akademik. Tetapi lemah di keagaaman, sehingga Khusna harus mendatangkan guru ngaji setiap sore.

"Nah yang di sekolah keislaman agamanya bagus, shalatnya bisa, tetapi dari segi akademik dibanding dengan negeri itu kurang," imbuhnya.

Ia menambahkan lembaga keislaman tentu bukan tidak ada kekurangan, pasti ada. Karena sekolah pasti mempunyai visi dan misi. Sebagai orang tua harus pintar-pintar mencari kekurangan dan berusaha menutupi kelemahan demi membentuk pribadi anak yang imbang akademik dan keagamaan.

"Pasti cara saya berbeda dengan orang tua lain karena mempunyai cara sendiri dalam mendidik anak," tutupnya.