Pedagang Kecil Minta Larangan Zonasi Dihapus, Mendag: Saya Pelajari

Ilustrasi penjual rokok toko kelontong.
Sumber :
  • Istimewa

Kediri, VIVA JatimPolemik larangan rencana aturan larangan penjualan produk tembakau atau rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak menuai penolakan. Paguyuban Pedagang Sembako Madura menolak karena banyak yang terdampak.

Surabaya Dinilai Gagal Jadi Kota Layak Anak gegara Izinkan Pameran Rokok Internasional

Ketua Paguyuban Pedagang Sembako Madura, Abdul Hamied meminta supaya pemerintah lebih bijaksana dan adil dalam mengambil keputusan perihal larangan zonasi penjualan rokok.

Dirinya menolak rancangan yang tertuang dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan. Dimana merupakan aturan pelaksana Undang-Undang (UU) Kesehatan, pada pasal 434 ayat 1 huruf e.

Paguyuban Warkop Surabaya Tolak PP 28/2024 dan Rancangan Permenkes tentang Pengaturan IHT

"Pemerintah harusnya dapat menengahi peraturan yang berpotensi jadi polemik ini karena banyak orang yang akan terdampak. Kalau alasannya demi mengurangi jumlah perokok anak," ujar Abdul Hamied diterima VIVA Jatim, Kamis, 18 Juli 2024.

Oleh sebab itu, pria yang akrab disapa Cak Hamied ini yang ditingkatkan seyogianya edukasi dan sosialisasinya, bukan malah menekan dengan larangan zonasi.

Pakar Desain: Kemasan Polos Persulit Konsumen Bedakan Rokok Legal dan Ilegal

Cak Hamied mengaku para pedagang kecil, pemilik warung kelontong, dan sembako sangat memahami bahwa rokok adalah produk yang hanya boleh dikonsumsi oleh orang berusia 18 tahun ke atas. Para pedagang juga menyadari untuk tidak menjual rokok bagi anak di bawah usia 18 tahun.

"Rokok itu produk legal, khusus untuk konsumen dewasa. Kami sadar bahwa rokok tidak untuk dikonsumsi anak di bawah umur 18 tahun. Tapi, bukan serta merta solusinya adalah dengan melarang penjualan," ulasnya.

Cak Hamied menerangkan total pemilik warung atau toko kelontong yang menjual rokok ditaksir ada 1.500 titik. Jumlah tersebut tersebar di Jabodetabek dan sebagian Bali dengan rata-rata memiliki sekitar 3 sampai 5 pekerja.

"Bisa dikalkulasi sendiri bagaimana dampak dari pelarangan zonasi 200 meter penjualan rokok ini untuk perekonomian masyarakat," terangnya.

Sementara dari Menteri Kesehatan menyebutkan bahwa RPP kesehatan telah memasuki fase finalisasi dan agar segera disahkan pada bulan Juli. Pernyataan ini membuat Cak Hamied bersama seluruh pedagang semakin terjepit.

Pasalnya jika benar disahkan bisa berdampak besar. Ia menyayangkan dalam proses pengesahan RPP Kesehatan dijalankan secara tergesa-gesa tanpa adanya pelibatan pemangku kepentingan terdampak dan koordinasi dengan Kementerian lain.

"Kami juga sangat menyayangkan tidak pernah dilibatkan oleh pemerintah mengenai poin zonasi ini," tambahnya.

Cak Hamied melanjutkan bahwa ia pun berharap kementerian-kementerian terkait dapat berpihak kepada para pedagang kecil dan memahami ancaman rancangan aturan zonasi penjualan rokok yang secara jelas memberikan efek domino negatif bagi para pedagang.

"Yang menyusun aturan itu, apakah tidak pernah cek, turun ke lapangan? Akan ada banyak sekali warung, usaha kelontong, pedagang yang terdampak.

Ia mengatakan apabila zonasi 200 meter ini ketika diterapkan, yang bakal dipindah sekolahnya atau pedagangnya menjadi pertanyaan besar. Sehingga regulasi saat ini yang melarang penjualan rokok kepada anak di bawah 18 tahun adalah peraturan yang sudah tepat sasaran dan terbukti dapat diterapkan dengan baik di lapangan.

Cak Hamied juga menyoroti zonasi larangan menjual rokok 200 meter dari satuan Pendidikan dan tempat bermain anak hanya membuat regulasi makin tumpang tindih dan menghalangi orang dalam mencari rejeki.

“Toh, semua warga negara punya hak hidup dan hak atas pekerjaan yang sama, kan?" tutupnya. 

Dikonfirmasi terpisah diterima VIVA Jatim menanggapi permohonan pedagang tersebut, Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan hanya merespon singkat.

"Nanti ya, saya pelajari dulu ya. Terima kasih," katanya usai menghadiri Raker dengan Komisi VI DPR RI.